GINSI Soroti Kinerja Importasi Baja KS
JAKARTA – Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) mendesak Pemerintah RI mengevaluasi kinerja Krakatau Steel (KS) selaku BUMN yang selama ini telah diberikan fasilitas oleh negara namun belum mampu menyiapkan seluruh kebutuhan bahan baku baja nasional.
“KS sudah terlalu lama diberikan fasilitas oleh pemerintah seperti KITE (Kemudahan Impor Tujuan Ekspor). Tetapi disisi lain kami (importir) anggota GINSI merasakan kinerja manajemen BUMN tersebut tertutup komunikasinya. Biasanya kami (importir) hanya diberi kesempatan berhubungan dengan agen-agen yang ditunjuk oleh KS itu sendiri. Padahal, bisa dibilang sekelas KS itu, juga belum maksimal terhadap bisnisnya sampai saat ini, meskipun aktivitas importasinya sudah di support negara,” ujar Wakil Ketua Umum BPP Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Erwin Taufan, melalui keterangan pers-nya pada Senin (20/9/2021).
Dia mengungkapkan, fasilitas kuota importasi yang diberikan negara terhadap KS belum tentu termonitor dengan baik, sehingga rawan praktik penyelewengan.
Disisi lain, imbuhnya, industri lainnya seringkali mengalami kekurangan stok bahan baku baja dan tidak bisa di supply oleh KS.
“Para pelaku industri kadang untuk mendapatkan stok bahan baku dari KS susah, kita disuruh menunggu sampai kapan waktunya tidak jelas. Apalagi harganya juga belum tentu fairnes, ya kita pada akhirnya pilih melakukan importasi sendiri,” ucap Taufan.
Dia menjelaskan, cita cita Founding Father, Soekarno, mendirikan Krakatau Sterl agar Indonesia menjadi berdaulat di baja untuk kebutuhan baja disemua sektor dari pertahanan hingga rumah tangga ternyata jauh dari harapan.
Pasalnya, Krakatau Steel yang diharapkan menjadi pensupplai bahan baku baja nasional nyatanya sekarang hanya memproses bahan baku baja impor, dan bukan menghasilkan bahan baku baja untuk subtitusi impor malah masuk ke segmen baja hilir yang akan menghimpit IKM baja nasional.
Pabrik baja yang didirikan sejak tahun 1960-an seharusnya kembali kepada cita-cita pendiri Bangsa, agar Indonesia menjadi negara yang kuat dalam bidang Baja yang merupakan mother of industri, faktanya Krakatau Steel tidak berdaya dalam masuknya bahan baku baja impor karena tidak dapat membuatnya dan tidak mengejar ketertinggalannya, ini sebuah kesalahan manajemen.
“Namun faktanya dilapangan, Industri sektor baja sampai saat ini mengalami kekurangan dan kesulitan memperoleh bahan baku. Bahkan cenderung monopolistik karena kita gak bisa langsung membeli ke KS tetapi harus melalui distributor/mitranya yang selisih harganya justru lebih mahal,” ucap Taufan.
Oleh sebab itu, kata dia, industri-industri kecil dan menengah (IKM) yang memerlukan bahan baku baja, lebih memilih melakukan importasi sendiri.